BAB
I
PENDAHULUAN
Membaca pada hakekatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
karena dalam membaca tidak hanya melafalkan tulisan-tulisan, melainkan
melobatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.
Membaca sebagai proses visual, karena membaca adalah aktivitas menterjemahkan
symbol-simbol bunyi (huruf) kedalam kata-kata lisan. Membaca sebagai proses
berfikir, karena dalam membaca melibatkan aktivitas pengenalan kata, pemahaman
literal, interpretasi dan pemahaman kreatif (Crawlet dan Mountain (1995) dalam
Rahim, 2008:2).
Tarigan (2008:7) mengutip pendapat Hodgson (1960:43-44) menyebutkan bahwa
membaca adalah “suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan, yang disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa
tulis”.
Anderson (1972:209-210) dalam Tarigan
(2008:7) menyebutkan bahwa dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses
penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding proses).
Pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis dengan
makna bahasa lisan yang mencakup pengubahan bahasa tulisan yang menjadi bunyi
yang bermakna. Makna bahasa inilah yang memberikan manfaat kepada pembaca
Membaca
merupakan kegiatan merespons lambang-lambang tertulis dengan menggunakan
pengertian yang tepat (Ahmad S. Harjasujana dalam St.Y. Slamet, 2008:67). Hal
tersebut berarti bahwa membaca memberikan respons terhadap segala ungkapan
penulis sehingga mampu memahami materi bacaan dengan baik. Sumber yang lain
juga mengungkapkan bahwa membaca merupakan perbuatan yang dilakukan berdasarkan
kerja sama beberapa keterampilan, yakni mengamati, memahami, dan memikirkan
(Jazir Burhan dalam St.Y. Slamet, 2008:67).
Secara
umum tujuan membaca adalah mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi,
memahami bacaan. Tujuan khusus membaca sesuai dengan kebutuhan pembaca misalnya
menemukan masalah dalam suatu wacana, menemukan kejadian-kejadian dalam cerita.
Dalam
kegiatan memaca dikenal yang namanya membaca intensif yaitu membaca study
saksama, telaah teliti dan penanganan terperinci yang dilaksanakan dalam kelas
terhadap suatu tugas yang pendek. Tujuan dari membaca intensif aadalah
kesempurnaan dalam menangkap informasi, memperoleh pemahaman penuh terhadap apa
yang dibaca.
Semua
hal yang bersifat konkrit, memiliki dua bagian, yaitu bentuk dan isi. Itupun sama
dengan bacaan atau wacana yang terdiri atas isi dan bahasa. Dalam membaca
intensif dikenal dengan dua macam konteks, membaca telaah isi dan membaca
telaah bahasa. Dalam pembahasan ini akan diuraikan tentang membaca telaah
bahasa. Membaca bahasapun memiliki cakupan lagi. Yakni membaca bahasa asing dan
membaca sastra. Memilih membaca talaah bahasa karena dalam membaca telaah
bahasa mencakup juga membaca sastra yang sesuai dengan jurusan dari perkuliahan
yang sedang kami jalani sehingga kamipun memilih judul membaca telaah bahasa.
BAB
II
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa saja yang harus diketahui dalam
memperbesar daya kata?
2. Apa saja yang perlu diketahui dalam
mengembangkan kosa kata kritik?
3. Apakah yang dimaksud dengan membaca
sastra?
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Membaca Bahasa
Tujuam
utama dalam membaca bahasa ini adalah:
a. Memperbesar
daya kata (increasing word power);
b. Mengembangkan
kosa kata (developing vocabulary).
Setiap
orang mempunyai dua jenis umum daya kata. Yang satu dipergunakan dalam membaca
dan menulis. Yang satu lagi adalah yang dipergunakan dalam membaca dan menyimak.
Kedua jenis umum daya kata ini memiliki fungsi yang berbeda.
Uraian-uraian
ini akan menolong kita untuk memperkaya kosa kata dan memperbesar daya kata
secara sadar dan konsisten tetap.
1.
Memperbesar daya kata
Memperbesar daya kata dapat diartikan kemampuan
untuk mengenal, menghadapi, memahami dan mencerna kata-kata baru yang belum
lazim dan mendapakan makna yang cukup. Kemampuan ini patut dimiliki oleh
pembaca agar aktifitas membaca lancer dan mudah memperoleh makna dari bacaan. Karenanya
kita harus mengenal dan memahami beberapa hal dibawah ini:
a. Ragam-ragam
bahasa: dibedakan menjadi bahasa formal, bahasa informal, bahasa percakapan, bahasa
kasar dan bahasa slang. Ragam bahasa tersebut digunakan pada tempat dan kondisi
yang tepat dan kita tidak boleh sembarangan menempatkannya.
b. Mempelajari
makna dari konteks: bisa dilakukan melalui pengalaman. Salah satu cara yang
terbaik untuk memperoleh kata-kata baru adalah melalui bacaan kita misalnya
dilayar televisi, majalah.
c. Bagian-bagian
kata: terdiri atas awalan, akar kata, akhiran dan sisipan.
d. Penggunaan
kamus: akan menjadi penentu kebijakan perdebatan makna kata. Kamus sebagai
penerjemah dan pengambil keputusan.
e. Makna-makna
varian: suatu kata yang memiliki makna yang berbeda sangat berperan dalam
kesempurnaan membaca.
f. Idiom:
kelompok-kelompok kata mengandung makna-makna khusus disebut juga dengan
istilah.
g. Sinonim
dan antonim: sinonim adalah makna yang hampir sama dalam kata yang berbeda,
sedangkan antonim adalah kata yang berlawanan makna.
h. Derifasi
kata: telaah tentang asal usul kata. Dalam perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia.
Bahasa daerahpun tak luput dari hal ini. Inipun turut memperkaya khazanah
bahasa kita. Inilah salah satu upaya memperkaya daya kita.
2. Mengembangkan Kata-kata
Kritik
Upaya
memperbesar daya kata hanya dapat berlangsung dengan baik bila diikuti dengan
upaya memperkaya kosakata, terlebih yang berkaitan dengan kritik(criticism)
karenanya semakin banyak kosakata kita akan semakin baik. Oleh karena itu perlu
pengetahuan tentang beberapa hal, antara lain:
a. bahasa
kritik sastra
ada
dua fakta penting mengenai kata-kata:
1.
Kebanyakan kata dalam pemakaian umum
mengandung lebih dari satu makna.
2.
Kita tidak akan memperoleh segala makna
dari sesuatu kata dalam setiap pertemuan
dengannya.
Makna berada dalam pikiran dan
ingatan orang, kalau mereka pintar maka makna dalam penulisan itu dapat diketik
oleh pembaca. Makna juga dating dari pengalaman ketika melihat atau mendengar
kata tersebut. Berusaha untuk memperoleh pengalaman dari kata kritik (criticism)
yang akan mengembangkan, memperluas maknanya bagi kita. Kita sudah terbiasa
dengan maknanya”mencari kesalahan” atau “menyensor”, kata itu digunakan untuk
menganalisis serta membuat penilaian-penilaian atau pertimbangan-pertimbangan. Dengan
kata lain criticism bermakna “the act of
analizing and of making pidgments”.
Orang yang melukiskan dunia hanya
dengan istilah-istilah yang menyangkut bagaimana dia merasai hal itu disebut “guilty of egotism”, orang yang
menyombongkan kekurangannya. Semua itu merupakan alat atau sarana berfikir
jelas dan tepat yang merupakan modal berharga untuk mempelajari bacaan.
b. Memetik Makna dari Konteks
Kalau kita dapat memahami apa yang kita baca, tentu agar
dapat berpartisipasi dalam kehidupan sekitar kita harus memiliki suatu cara
atau metode yang dapat menggarap kata-kata baru, kata-kata yang tidak lazim
dalam kehidupan kita sehari-hari dalam suatu proses membaca.
Kadang-kadang makna dapat didapatkan dari suatu kata
dalam akar kata, kata dasar, prefiks, atau sufiksnya. Kadang makna juga dapat
diperoleh dari petunjuk konteks, tempat kata/istilah baru tersebut dipakai. Bukan
untuk mendapatkan makna penuh dari istilah baru tersebut hanya kebutuhan untuk
memperoleh makna agar dapat melanjutkan proses membaca utnuk mendapatkan pengetahuan
yang bulat. Perlu diingat suatu prinsip dasar bahasa tidak akan memperoleh
segala makna dalam suatu kata setiap kali kita menemuinya.
Sebelum memperbincangkan
petunjuk-petunjuk konteks terperinci, ketiga jenis makna itu antara lain:
1.
Makna yang bersifat menunjukkan(designative meaning);
2.
Makna konotatif(connotative meaning);
3.
Makna denotatif(denotative meaning).
Makna designatif suatu kata adalah
jumlah karakteristik yang harus dimiliki oleh benda tertentu atau kriteria itu
ditetapkan padanya.
Makna konotatif suatu kata adalah
segala sesuatu yang disarankan, dianjurkan oleh kata itu; segala sesuatu yang
teringat atau diingatkan kalau kita memikirkan sesuatu yang dinmai oleh kata
itu. Merupakan kualitas-kualitas yang sering kita hubungkan dengan segala
sesuatu, tetapi tidak perlu pada sesuatu itu kalau dia sudah pantas untuk
disebut kata itu.
Makna
denotatif sesuatu kata atau yang sering kita sebut denotasinya adalah segala
sesuatu yang dapat diterapi oleh kata itu. Makna denotatif sering juga disebut
makna ekstensional(ekstensional meaning), yaitu segala sesuatu didunia dapat
dilukiskan dengan sebuah lambang.
Apabila makna-makna konotatif suatu kata diterima dengan
begitu universal sehingga seolah-olah merupakan bagian kata, berhentilah
menjadi makna konotatif dan mejadi bagian desigmasinya.
c. Petunjuk-petunjuk
Konteks
Pengetahuan mengenai aneka jenis petunjuk konteks, dan
bagaimana cara beroperasi, akan memberi kita bantuan yang sangat berharga dalam
membaca dan menyimak secara matang segala sesuatu yang disodorkan kepada kita.
Secara garis besarnya, terdapat lima cara konteks
mencerminkan makna, yaitu:
1.
Definisi atau batasan
metode
yang paling jelas dan langsung mencerminkan makna adalah dengan batasan atau
definisi pada saat itu juga. Setiap penulis yang baik yang ingin membuat
dirinya dimengerti akan berusaha sekuat daya membatasi istilah-istilah yang
dipergunakannya.
2.
Contoh
Kadang-kadang,
seorang penulis mengemukakan satu atau lebih contoh untuk memperlihatkan makna
apa yang hendak dimaksudkan bagi kata itu. Acapkali contoh-contoh ini
diperknalkan dengan kata-kata isyarat seperti: seperti, khususnya, terutama
sekali, atau misalnya.
Usahakan
mencari serta menemukan kata-kata isyarat seperti itu bila anda menjumpai kata
baru dalam bacaan anda. Kata-kata isyarat itu dapat menunjukkan suatu contoh
yang dapat mencerminkan kata baru itu.
3.
Uraian baru(restatement)
Uraian baru ini dipergunakan
untuk menunjukkan suatu ide dengan membuat uraian baru. Kadang-kadang seorang
penulis menjelaskan suatu istilah atau frase dengan jalan menerangkannya dengan
cara lain, dengan uraian baru. Terkadang ia menggunakan parenthesis, tanda
kurung, atau tanda pisah, contoh:
Deskripsi(pemeriaan)
fonen-fonen yaitu kesatuan terkecil
yang membedakan arti. Begitu pula dengan sintaksis yaitu pola-pola konstruksi morfem-morfem dan kata-kata menjadi
frase-frase dan kalimat-kalimat dalam bahasa tersebut.
4.
Mempergunakan pengubah(modifier)
Ada
kalanya dalam suatu frase atau kalusa pengubah, seorang penulis memperkenalkan
makna suatu istilah. Kita harus teliti mencari pengubah-pengubah yang
menjelaskan makna tersebut.
5.
Mempergunakan kontras
Sekali-sekali
seorang penulis membuat satu kontras, suatu pertentangan yang akan memudahkan pembaca
menguraikan serta menangkap suatu kata baru.
Kelima jenis petunjuk konteks yang
telah diutarakan diatas merupakan petunjuk-petunjuk yang jelas dan visible bagi
makna kata. Tetapi banyak konteks lainnya, barang kali, setengah dari yang ada
menyampaikan makna dengan cara lebih rumit. Dalam konteks-konteks serupa itu
kita harus dapat menduga-duga, meraba-raba kata baru itu.
B.
Membaca Sastra
Membaca karya sastra merupakan membaca
dengan keindahan, dapat tercermin dari keserasian, keindahan, keharmonisan
antara keindahan bentuk dan isi. Didukung pula dengan norma-norma estetik,
sastra dan moral.
a. Bahasa
Ilmiah dan Bahasa Sastra
Perbedaan penggunaan bahasa ilmiah dan
bahasa sastra pada dasarnya memperbincangkan masalah konotasi dan deniotasi
pada kegiatan menulis. Pada penulisan laporan-laporan penelitian pada bidang
keilmuan ilmiah hampir semuanya tertulis dalam kata-kata denotatif, karena
laporan-laporan tersebut mengungkapkan fakta, bukan perasaan, seperti terjadi
pada penulisan kertas kerja eksposisional pada kajian ilmu-ilmu sosial.
Sebaliknya,
kalau kita menulis karya-karya sastra seperti cerpen, puisi, atau pidato,
seringkali menggunakan kata-kata konotatif karena tulisan tersebut berhubungan
degnan emosi dan mampu membawa pembaca terhanyut pada bacaan kaya sastra. Tulisan
konotatif mampu membawa pembaca mempercayai hal yang sebelumnya tidak mereka
percayai, kata konotasi walaupun sering dipakai dalam propaganda dan iklan pada
dasarnya tidak bisa dikatakan baik atau jelek, karena itu bergantung dari
penggunaannya , unuk baik atau buruk.
b. Gaya
Bahasa
Kekonotatifan bahasa sastra
memperlibatkan emosi-emosi dan nilai-nilai. Tentu saja bahasa sastra sangat
diperlukan terutama untuk memahami bacaan sastra. Karena dengan pengetahuan ini
dapat semakin dimantabkan dengan keindahan karya sastra tersebut.
Gaya bahasa ini antara lain:
a. Perbandingan,
yang mencakup metafora, kesamaan, dan analogi;
b. Hubungan,
yang mencakup metonimia, dan sinekdoke;
c. Taraf
pernyataan, yang mencakup hiperbola, litotes, dan ironi
Gaya
bahasa merupakan sumber yang amat penting dalam menulis dan membaca suatu
karrya sastra, karenanya perlu pemahaman mendalam terhadapnya.
a. Perbandingan
Gaya bahsa metafora, kesamaan, dan analogi
sama-sama membuat koparasi atau perbandingan, tetapi dengan cara-cara yang
berbeda.
1. Metafora:suatu
gaya bahasa yang paling singkat, padat, dan tersusun rapi. Didalamnya terlibat
dua ide; yang satu adalah sesuatu kenyataan, sesuatu yang difikirkan, yang
menjadi objek; dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap pernyataan
tadi.
2. Kesamaan
berbeda dari metafora dalam hal: kalau metafora mengatakan secara tidak langsung
adanya kesamaaan diantara dua hal, gaya bahasa kesamaan atau persamaan menyatakan
serta menegaskan bahwa yang satu sama dengan yang lain; biasanya mempergunakan
kata-kata seperti atau sebagai dan sejenisnya.
3. Analogi
agak berlainan degnan metafora dan kesamaan, biasanya melihat beberapa kesamaan
bukan satu saja. Analog yang sugestif acapkali menekankan suau ide.
b. Hubungan
Sinekdoke dan metonimia termasuk gaya
bahasa hubungan(relationship); kedua-duanya menggantikan nama sesuatu dengan
yang lainnya yang masih berhubungan.
1. Sinekdoke
member nama suatu bagian apabila yang dimaksud keseluruhan atau sebaliknya.
2. Metonimia
adalah penggunaan suatu kata bagi yang lainnya yang dimaksud
c. Pernyataan
Dari segi tarafnya, pernyataan ini
terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1. Pernyataan
yang berlebih-lebihan(overstatement atau hiperbola);
2. Pernyataan
yang dikecil-kecilkan(litotes);
3. Ironi
Hiperbola adalah gaya bahasa yang sering
mengandung pernyataan yang dilebih-lebihkan dengan maksud memberikan penekanan
pada suatu pernyataan atau situasi untuk meningkatkan pengaruhnya.
Litotes adalah kebalikan dari hiperbola
yakni suatu gaya bahasa yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan dengan
maksud merendahkan diri.
Ironi atau ejekan adalah suatu gaya bahasa yang
menyatakan secara tidak langsung sesuatu yang nyata, berbeda, dan kadang
bertentangan. Ironi ringan merupakan sebuah humor tetapi ironi yang keras
membentuk satire atau sarkasme, walaupun pembatas yang tegas antara hal-hal ini
kurang bisa memuaskan.
DAFAR PUSTAKA
Tarigan;Henry Guntur.1979.Membaca.Bandung:Angkasa Bandung
Kamidjan.2004.Keterampilan Membaca.Surabaya:Unesa University Press
Annonnim.http://20211867.siap-sekolah.com/2012/04/14/pengertian-dan-tujuan-membaca/